EDUKASI Headline Animator

Sunday, March 23, 2008

Pantai Paseban

MUARA MATA PENCAHARIAN WARGA

EDUKASI
‘Segoro Kidul’, selain populer dengan mitos ‘Nyai Roro Kidul’ yang melegenda, juga terkenal dengan lautan pasirnya. Sejauh mata memandang, dari ujung timur hingga ujung barat, hamparan pasir membuat pantai yang terletak di Desa Paseban, Kecamatan Kencong ini semakin eksotis.

Hilmi Setiawan

“Jangan memakai baju merah jika ingin ke Pantai Paseban. Karena warna merah berarti berani kepada Nyai Roro Kidul,” ungkap mbah Cipto (65) tentang mitos Pantai Selatan. Mbah Cipto adalah warga asli Paseban. Sejak usia dua puluhan, ia sudah bekerja sebagai penjaga parkir di selatan pintu masuk Pantai Paseban.

Bagi mbah Cipto, serta ratusan warga Paseban, pantai tidak hanya sekedar tempat rekreasi. Lebih dari itu, pantai paseban menjadi lading mencari nafkah. Rupiah demi rupiah, mereka kais dari terbit fajar hingga sang surya tenggelam.

Mulai dari tukang parkir, pedagang asongan, nelayan, pencari kijing, higga pemulung, semuanya ada. Sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Terik matahari yang menyengat, pekatnya udara pantai, seakan berlalu begitu saja bagi mereka.

Tukang parkir dengan peluit kecil di sela bibirnya. Menyapa setiap pengunjung yang datang dengan ramah. Motor seribu, mobil lima ribu, bisa langsung masuk, Murah, murah… seperti inilah mantra mujarab yang kerap mereka pakai.

Agak ke selatan sedikit, di antara rerimbunan pohon pandan laut. Ibu-ibu paro baya, memilah dan memilih kayu-kayu kecil yang berserakan. Ibu-ibu ini mencari kayu yang nantinya bakal mereka jual, sebagian lagi mereka gunakan sebagai kayu bakar. Bagi ibu-ibu ini, minyak tanah merupakan barang mewah. Perlu berpikir tiga kali untuk membelinya.

Mendekati bibir pantai, deburan ombak mewarnai kegiatan masyarakat setempat yang semakin beragam. Mereka tidak peduli dengan besarnya ombak.

Nelayan berjuang menaklukkan ombak dengan taruhan nyawa, supaya bisa sampai ke pesisir. Lalu dengan segera menjual hasil tangkapannya. “Karena ombak yang sebesar ini, ikan yang kami tangkap sedikit,” ujar salah satu nelayan.

Selain mencari ikan, warga setempat juga mencari Kijing. Hewan sejenis kerang, tetapi ukurannya kecil, kurang lebih sebesar uang logam pecahan seratus. Kijing hidup di dalam pasir yang terus terkena ombak.

Indah Sari. Bocah berusia 7 tahun ini, menghabiskan hari-harinya di pinggir pantai. Bersama ibunya, ia berangkat mencari kijing setelah sarapan pagi, sekitar pukul delapan.

Di saat anak sebayanya asyik belajar di dalam kelas. Sari, sapaan akrabnya, dengan cepat dan tepat mengeruk pasir untuk berburu kijing.

Entah karena banyaknya kijing, atau naluri Sari yang besar. Setiap kali ia mengeruk pasir, selalu saja ada kijing yang tertangkap tangan mungilnya. Sari benar-benar hebat.

Matahari tepat di atas ubun-ubun. Sari dan ibunya menyudahi perburuan yang mereka mulai sejak pagi. Lelah terasa terbayar lunas, ketika melihat kijing memenuhi timba ukuran sedang yang mereka bawa dari rumah.

Sesampainya di rumah, kijing pun siap diolah. “Sama ibu, kijing biasanya ditumis,” ketus Sari. Memang, warga Paseban biasa mengolah kijing menjadi tumisan yang menggugah selera.

Meskipun belum bersekolah, Sari sudah menyipakan cita-cita yng tinggi. “Saya ingin jadi dokter,” jawab Sari tegas, ketika ditanya ingin jadi apa jika sudah besar nanti.

“Jika sudah jadi dokter, ibu tidak usah repot-repot lagi pergi ke Puskesmas,” tambahnya.

1 comment:

ASIAN TREND LINK said...

Ehm...... Jd pngen plg trus nih abis bc artikel ini!! Saya asli org paseban mas... hehehe..

Jelajah