EDUKASI Headline Animator

Sunday, March 23, 2008

KEBOBROKAN SISTEM KEAMANAN STAIN

Dalam satu semester belakangan, telah terjadi dua kali kasus pencurian. Pertama, di kantor BLM dan kedua di kantor HMJ Tarbiyah.

Kejadian ini, jelas memberikan citra yang buruk terhadap sistem keamanan yang berlaku di Kampus STAIN Jember. Seakan percuma memiliki tenaga keamanan jika tindak kriminal terus berlangsung.

Di tingkatan pengambil kebijakan, sama sekali tidak nampak komitmen untuk menjaga kemanan di lingkungannya. Pencurian demi pencurian berlalu begitu saja.

Salah satu bukti kelonggaran sistem keamanan kampus, adalah tidak ada ketegasan dari pimpinan untuk mene-rapkan jam malam.

Saat ini, mahasiswa dapat beraktifitas di kampus hingga larut malam. Celakanya lagi, ada sekelompok mahasiswa yang menjadikan kampus sebagai tempat hunian.

Padahal, dari surat edaran yang dikeluarkan dari pusat, tertulis dengan jelas aturan yang melarang mahasiswa bermalam di kampus. Sayangya, ketetapan tadi hanya lewat begitu saja.

Tanpa bermaksud mencari kambing hitam, alangkah lebih aman lagi jika kampus streril dari aktivitas mahasiswa di jam-jam tertentu. Malam misalnya.

Jadi teringat dengan ungkapan Bang Napi, “Kejahatan tidak terjadi hanya karena ada niat, tetapi juga karena ada kesempatan”.

Sudah saatnya, kita meminimalisir kesempatan-kesempatan yang bisa dimanfaatkan orang yang tidak bertang-gungjawab, untuk melakukan kejahatan.

Jangan sampai si pencuri dengan leluasa hilir mudik di kampus ini. Jika perlu pintu gerbang ditutup setiap malam.

Sayang jika citra kampus sebagai tempat yang aman dan nyaman, tercoreng. Semuanya yang ada di dalam kampus adalah milik bersama. Untuk itu, perlu dijaga bersama-sama.

Kampus adalah lembaga pendidikan yang tugasnya mencetak generasi terdidik. Bukan mencetak sarjana-sarjana ringan tangan yang mudah mengambil barang orang lain.

Meminjam slogannya dokter, ‘pencegahan lebih baik dari pengobatan’pihak kampus diharapkan dapat memutus mata rantai pencurian.

Bang Napi mengingatkan, Waspa-dalah, waspadalah! []

TARIK ULUR NEGARA ISLAM

“Aku bukan orang yang beragama. Tetapi aku orang yang bertuhan”

(Ki Joko Bodho)

Isu penegakan negara Islam terus bergulir. Mulai dari kalangan elit politik, mahasiswa, hingga rakyat jelata sekali pun ikut mengembor-gemborkan isu ini. Imbas dari itu, negara sempat limbung, kesatuan dan persatuan sedikit goyang.

Islam, ada yang menganggap sebagai nama salah satu agama yang diakui oleh negara. Ada pula yang menganggap Islam sebagai bentuk penyerahan diri. Penyerahan dari makhluk kepada Sang Pencipta.

Terkait masalah pengakuan negara atas sebuah agama, di Indonesia sendiri hanya ada enam. Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha dan Konghuchu. Sampai sekarang dasar pengakuan negara atas kelima agama tadi, belum jelas, masih samar.

Terlepas dari dua paradigma tadi, secara naluriah, manusia tunduk kepada Allah, selaku sang Pencipta. Naluri untuk tunduk lahir bebarengan pada saat manusia itu diciptakan.

Kondisi seperti ini, juga terjadi di jagad raya –bintang-bintang, planet dan samudra– tunduk kepada kehendak Allah dengan keteraturannya. (al-Qazwini, 1999:11)

Ilmu pengetahuan modern menyebut fenomena tadi sebagai The Law of Nature (hukum alam). Namun dari perspektif Islam, fenomena keteraturan alam ini bukan sekedar hukum alam belaka, tetapi sunnah Allah untuk alam.

Buntut dari munculnya dua cara pandang tadi terhadap Islam. Muncul sebuah pertanyaan yang cukup menggelitik. Apakah kita menunggu Islam itu dilembagakan dahulu, baru kita tunduk kepada Allah, Sang Pencipta?

Adapun Islam yang terkurung dalam suatu lembaga, bakal menyempitkan hakikat Islam itu sendiri. Islam hanya akan menjadi sebuah system kepercayaan dan system penyembahan kepada Tuhan. (Razak, 1993:61)

Imbas dari penyempitan tadi, orang-orang ramai bersolek, ndandani wajah Islam itu sendiri. Celakanya, akan muncul sebuah kompetisi antaragama. Agama siapa yang paling manis, itu yang masuk surga. Orang-orang menjadi mampu meng-klaim, siapa yang masuk surga dan siapa pula yang masuk neraka.

Dampak selanjutnya, orang-orang beragama “Islam” terjangkit virus Alsem (aliran sesat) Phobia. Para muslimin gampang bertindak ekstrim kepada mereka yang ‘kelihatannya’ menyimpang.

Padahal, di kanan-kiri rumah kita berdiri warung kopi remang-remang yang kerap dijadikan lahan prostitusi. Bahkan, pemimpin yang tertangkap basah makan uang rakyat, masih saja kita elu-elukan. Kenapa bukan itu yang membuat kita ngeri?

Memang, dari 1,2 milyar orang muslim, Indonesia menempati urutan teratas negara dengan jumlah orang muslim terbanyak. Semua orang mengamini, jika persyaratan dasarmenjadi seorang muslim ialah mengucapkan;

“Asyhadu an laa ilaaha illa Allah, wa asyhadu anna Muhammadan rasul Allah”, yang artinya, “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi Nabi Muhammad utusan Allah”. Siapa saja yang menyatakan pernyataan itu, berarti ia bergabung ke dalam barisan muslim.

Namun demikian, pernytaan itu hanyalah permulaan dari perjalanan fisik dan spiritual yang panjang, untuk mempraktikkan semua aspek Islam di dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun perjalanan ini panjang, ganjarannya demikian banyak bagi mereka yang memulainya dengan kemauannya dan niat yang ikhlas. (al-Qazwani, 1999:15)

Mempraktikkan Islam membutuhkan pembelajaran akan gagasan-gagasan Islam, ajaran dan praktik-praktiknya, baru kemudian membiasakan semua itu. Meskipun proses ini membutuhkan pengorbanan.

Namun demikian, perlunya pengorbanan tidak harus menjadi pencegah, karena Nabi Muhammad Saw. Telah bersabda bahwa, kapan pun seseorang menghentikan sesuatu karena Allah, maka Allah akan menggantikannya dengan sesuatu yang lebih baik. Keikhlasan beriman, juga berkembang seiring dengan berjalannya waktu.

Amirul Mukminin Imam Ali telah menjelaskan proses dinamika dalam mengikuti Islam;

“Aku mendefinisikan Islam karena tidak seorang pun mendefinisikannya sebelum aku. Islam ialah penyerahan, penyerahan ialah keyakinan, keyakinan adalah penegasan, penegasan adalah pengakuan, pengakuan adalah pelaksanaan kewajiban, dan pelaksanaan kewajiabn ialah amal yang baik”

Taufiqurrahman Rifa'i
* Ketua HMJ Tarbiyah STAIN Jember

HMJ Tarbiyah Kebobolan

Kantor HMJ Tarbiyah yang terletak di Gedung UKM Lt.2 beberapa waktu lalu disatroni maling.

TV, mouse, keyboard, printer, jam dinding, dan beberapa kabel listrik, raib tak berbekas. Teganya lagi, sang pencuri juga menggasak karpet berukuran 3x3 yang sudah kumal.

Dugaan sementara, pencuri masuk melalui lubang angin, yang tepat berada di atas pintu masuk.

“Terdapat beberapa goresan bekas congkelan. Saya yakin pencuri masuk melalui angin-angin,” tegas Taufik, Ketua HMJ Tarbiyah STAIN Jember. (E-1)

Dialog Ekonomi Nasional

HMJ Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Jember, mengadakan dialog ekonomi nasional bertajuk “Grand Desain Manajemen Pembangunan Ekonomi Nasional”, Selasa (4/3).

Acara yang dipusatkan di Gedung Serbaguna Hotel Bandung Permai ini, menghadirkan tokoh-tokoh nasional. Salah satunya KH. Solahuddin Wahid, adik dari Gus Dur

Tujuan utama dari acara ini adalah munculnya wawasan bagaiman kondisi perekonomian bangsa, mengupas kendala yang ada dan membuat kajian-kajian strategis terkait masalah-masalah yang ada. (E-1)

PEKAN ILMIAH 2008

Selama dua minggu berturut-turut (8-25/3), BEM STAIN Jember mengadakan berbagai kegiatan yang terangkai dalam Pekan Ilmiah 2008.

Acara yang digelar di Aula STAIN Jember ini, beragam. Mulai dari bedah buku, ‘Jadilah Purnamaku Ning’ karangan Khilma Anis, ‘Peta Korupsi Daerah’ dari Lutfi J. Kurniawan, seminar pendidikan dan kemiskinan, sampai bazar buku.

Selain itu, beberapa perlombaan juga menyemarakkan acara ini. Di antaranya, Pidato bahasa Inggris dan bahasa Arab, resensi buku, dan lomba karya tulis ilmiah.

Harapan BEM, dari kegiatan ini adalah mempertegas eksistensi mahasiswa di era globalisasi. (E-1)

KEAMANAN STAIN BELUM KONDUSIF

Khusnul Ridlo: Seharusnya tidak ada mahasiswa yang bermalam di kampus

EDUKASIDi STAIN Jember, berkembang dua hal yang saling bertolak belakang. Pertama, STAIN berhasil mewujudkan impiannya untuk mengadakan program S2. Kedua, kekacauan sistem keamanan STAIN Jember.

Buktinya, setelah kantor BLM (Badan Legeslatif Mahasiswa) diobok-obok maling. Kantor HMJ Tarbiyah mengalami kejadian yang serupa, bahan lebih parah. Entah kantor siapa lagi yang bakal mendapat giliran.

Kemalingan sudah menjadi hal lumrah di kampus ini. Tinggal kapan dan siapa korban berikutnya.

Imbas dari semua itu, kampus menjadi kebal terhadap ulah para maling. Tidak nampak sebuah langkah ‘berani’ yang, minimal, bisa mencegah kantor-kantor UKM kemalingan.

Terkait masalah sistem keamanan, sebenarnya sudah ada sebuah peraturan dari pusat yang sampai sekarang masih digodog BLM (Badan Legeslatif Maha-siswa). Tetapi sayang, proses yang memakan dana tidak sedikit ini masih belum ada hasilnya.

Salah satu isi dari draf aturan yang turun adalah, kampus steril dari kegiatan mahasiswa di jam-jam tertentu.

Jika kampus steril, pihak keamanan menjadi mudah mengawasi seluruh sudut kampus. Mulai dari kelas, gedung UKM, hingga WC sekalipun.

Sebenarnya Ketua STAIN Jember, Khusnuridlo, sudah mewanti-wanti kepada seluruh mahasiswa untuk ikut serta menjaga keamanan kampus. “Sebenarnya tidak dibenarkan jika ada mahasiswa yang bermalam di kampus,” Ujar Khusnuridlo.

Namun, keputusan itu hanya di bibir. Di sebuah lembaga, sebuah kebijakan harus tertuang dalam sebuah peraturan tertulis. Dan tidak kalah pentingnya lagi, peraturan yang telah dibuat, harus diawasi dengan tegas.

Mungkin sampai saat ini, mahasiswa masih belum sadar jika barang-barang yang digondol maling itu dibeli dengan uang mereka. Tetapi jika nanti mereka sadar, mereka pasti menuntut penga-manan yang ekstra ketat terhadap aset STAIN Jember.

Lantas, jika keamanan di STAIN masih meragukan. Layakkah program S2 terus diperjuangkan kelahirannya. Ataukah jangan-jangan, kelahiran S2 adalah kelahiran prematur. S2 lahir hanya sebagai gagah-gahan saja. (E-1)

KINERJA TIM EVALUASI MOLOR

EdukasiTim evaluasi yang ditugaskan untuk menyelesaikan kasus KOPMA, berjalan melebihi batas waktu yang telah ditentukan. Hasil kesepakatan awal, tim evaluasi mempunyai waktu selama tiga bulan. Mulai dari November hingga Pebruari.

Saat dikonfirmasi ketika rapat evaluasi minggu kemarin (17/3), Sofyan Stauri, ketua tim evaluasi, menegaskan jika waktu yang diperlukan untuk proses evaluasi ini kondisional.

“Kemarin saja mahasiswa libur satu bulan lebih,” jelas Sofyan terkait habisnya waktu yang telah ditentukan.

Beberapa anggota tim evaluasi menyesalkan kejadian ini. Nukman Hakim, misalnya, ia sangat menghawatirkan keputusan yang akan diambil maha-siswa jika proses evaluasi berlarut-larut tanpa hasil yang maksimal.

Sampai sekarang, tim yang terdiri dari BEM, BLM, akademik, dan GPM ini, baru bisa mendapatkan AD/ART (Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga) KOPMA saja. Itu pun tidak semua anggota tim mendapatkan salinan dari AD/ART, pada waktu rapat evaluasi.

Ketika menyerahkan AD/ART, KOPMA melarang ketua tim evaluasi untuk menyebarluaskannya. “Ada sesuatu yang unik. KOPMA melarang saya dengan tegas supaya tidak menyebarluaskan AD/ART ini,” jelas Sofyan.

“Padahal, publik berhak tahu AD/ART sebuah lembaga atau organisasi,” tambahnya.

Setelah menemukan beberapa kekurangan yang ada di dalam AD/ART KOPMA, tim evaluasi belum berani mengambil keputusan. Pasalnya, tim evaluasi masih belum tahu bagaimana idealnya AD/ART yang berlaku pada sebuah Koperasi Mahasiswa.

Untuk itu, tim evaluasi mengambil langkah berdiskusi dahulu dengan Dikopinda dan Dinkop. Hasil diskusi ini bisa digunakan untuk memperbaiki AD/ART yang ada.


Analisa AD/ART KOPMA
Awalnya, kasus yang menimpa KOPMA menyeruak gara-gara pihak KOPMA mengadakan perekrutan kembali bagi mahasiswa yang bakal menjadi anggota KOPMA.

Padahal, ketika melunasi uang registrasi yang ditetapkan STAIN Jember, seluruh mahasiswa dibebani uang sebesar Rp. 20.000 untuk simpanan pokok.

Teori yang berkembang di perkoperasian Indonesia, siapa pun yang membayar simpanan pokok, berarti secara otomatis yang bersangkutan telah menjadi anggota koperasi.

Selain itu, mahasiswa yang rame-rame ngluruk toko KOPMA. Juga mempertanyakan kenapa orang yang bukan keluarga besar STAIN Jember bisa menjadi karyawan.

Terkait masalah mekanisme pembayaran simpanan pokok, di AD/ART tidak tertulis tentang itu.

Keputusan STAIN yang menarik langsung simpanan pokok dari seluruh mahasiswa ketika registrasi, itu tidak bisa dibernarkan. Karena kembali lagi, itu tidak ada di AD/ART.

Bayangkan saja, jika tiap tahun mahasiswa baru STAIN Jember mencapai 400 orang dan beban simpanan pokok sebesar Rp. 20.000. Berarti uang yang dihasilkan dari pungutan simpanan pokok berjumlah Rp. 8.000.000.

Nilai sebesar itu jelas mampu untuk mengembangkan KOPMA lebih dari yang sekarang.

Kedua masalah karyawan. Tidak ada satu ayat pun yang membenarkan orang lain (bukan mahasiswa dan alumni) menjadi karyawan di KOPMA. Kenyataannya, sampai sekarang KOPMA masih memakai tenaga ‘orang lain’ sebagai karyawan.

KOPMA menggunakan uang publik. Untuk itu, menjadi sebuah kewajiban mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada publik. Publik berhak tahu kemana uang yang mereka bayarkan, dan bagaimana uang itu dikelola. (E-1)

MASA DEPAN REPUBLIK INDONESIA

Rizal Ramli: Indonesia Butuh Pemimpin Transformatif
EDUKASIPredictability is dead. You can’t predict the future, but you can be ready for whatever it brings.

Seperti itulah KH. Salahuddin Wahid mengutip pernyataan Warren Bennis, yang menolak ramalan masa depan perekonomian suatu bangsa. Dalam ramalan yang berkembang, Indonesia bakal berubah dari negara agraria menjadi negara industri.

Salahuddin Wahid menjadi salah satu narasumber dalam Dialog Ekonomi Nasional “Grand Desain Manajemen Pembangunan Ekonomi Indonesia”, di Hotel Bandung Permai, Selasa (4/3).

Narasumber lainnya yang ikut meramaikan acara ini adalah Jendral Ryamizard Riyacudu, mantan Kasad dan Rizal Ramli, pengamat ekonomi nasional.

“Perekonomian bukanlah sesuatu yang eksak dan mudah diramal. Ramalan itu hanya perkiraan yang menunjukkan arah dan capaian yang akan kita raih,” tambah pria yang akrab dipanggil gus Sholah ini.

Sebagai contoh, gus Sholah mengamati kehidupan para petani di Indonesia. Menurut catatannya, petani harus membeli benih jagung/padi hibrida seharga Rp. 30.000–Rp. 40.000 per Kg. Tetapi saat panen, hasil produksi petani dijual dengan harga Rp. 2.000 per Kg.

Melihat kondisi yang tidak adil ini, Rizal Ramli mengibaratkan nasib petani Indonesia seperti ayam yang mati di lumbung padi. Menurutnya, pemerintah perlu merubah paradigma perekonomian yang berkembang.

“Paradigma membangun pertani-an perlu dirubah menjadi membangun petani,” tandas pria kelahiran Padang, 10 Desember 1957 ini.

Mendiskusikan perekonomian, tidak terlepas dari beberapa bidang yang terkait. Pendidikan, pertahanan keamanan, dan ketegasan peme-rintah yang sedang berjalan juga sangat berpengaruh.

Di dunia pendidikan, Rizal Ramli melontarkan kritikan pedas terhadap pihak-pihak yang mengelola lembaga pendidikan layaknya mengelola usaha perindustrian. “Saat ini, di pintu masuk kampus-kampus seakan tertulis anak miskin dilarang sekolah,” tambah Ramli.

Sementara itu, gus Sholah, yang erat dengan dunia pesantren. Mengeluhkan ketidakadilan pemerintah dalam mengayomi pesantren, yang merupakan salah satu lembaga pendidikan di tanah air.

Baginya, anggaran yang dikucurkan pemerintah untuk lembaga pesantren tidak sebanding dengan biaya yang diterima lembaga-lembaga pendidikan formal.

Pemetaan bagaimana nasib Indonesia ke depan, begeser pada pembahasan ketegasan pemerintah pimpinan SBY-Kalla saat ini. Ketiga narasumber, Rizal Ramli, gus Sholah, dan Riyacudu, kompak memberikan angka merah pada rapor pemerintah.

Rizal Ramli, yang pernah menjabat sebagai menteri perekonomian, menyesal-kan sikap pemerintah yang terlalu mudah disetir pihak asing. Menurut alumni Boston University ini, Salah faktor kenapa bangsa Indonesia ketinggalan, adalah kebijakan ekonomi kita yang diatur luar negeri.

Sebagai contoh, Word Bank pernah bersedia memberikan pinjaman kepada Indonesia sebesar USD 300.000.000, asalkan pemerintah membuat perundang-undangan migas.

“Ironisnya, dalam salah satu pasal undang-undang pesanan luar negeri itu berbunyi, bahwa Indonesia hanya boleh menggunakan 25% dari total produksi, sisanya, 75% harus diekspor,” tambah Ramli.

Sebagai solusi atas banyaknya per-soalan yang mendera bangsa, Ramli menyampaiakan jika bangsa ini perlu pemimpin yang transformatif. Pemimpin masa depan dituntut mampu memanfaatkan pluralitas masyarakat Indoneisa.

Di sisi lain, Ryamizard Riyacudu berpedoman jika orang yang akan meminpin bangsa ini harus bisa memanfaatkan segala potensi yang dimiliki Indonesia. Diantaranya, potensi Indonesia yang terletak di jalur perdagangan dunia. (E-1)

BADAK BERCULA SATU

Badak Jawa atau Badak bercula-satu kecil (Rhinoceros sondaicus) adalah anggota famili Rhinocerotidae dan satu dari lima badak yang masih ada. Badak ini masuk ke genus yang sama dengan badak India dan memiliki kulit bermosaik yang menyerupai baju baja.

Badak ini memiliki panjang 3,1–3,2 m dan tinggi 1,4–1,7 m. Badak ini lebih kecil daripada badak India dan lebih dekat dalam besar tubuh dengan badak Hitam. Ukuran culanya biasanya lebih sedikit daripada 20 cm, lebih kecil daripada cula spesies badak lainnya.

Badak ini pernah menjadi salah satu badak di Asia yang paling banyak menyebar. Meski disebut “Badak Jawa”, binatang ini tidak terbatas hidup di pulau Jawa saja, tapi di seluruh Nusan-tara, sepanjang Asia Tenggara dan di India serta Tiongkok.

Spesies ini kini statusnya kritis, dengan hanya sedikit populasi yang ditemukan di alam bebas, dan tidak ada di kebun binatang. Badak ini kemung-kinan adalah mamalia terlangka di bumi.

Populasi 40-50 badak hidup di Taman Nasional Ujung Kulon di pulau Jawa, Indonesia. Populasi badak Jawa di alam bebas lainnya berada di Taman Nasional Cat Tien, Vietnam dengan perkiraan populasi tidak lebih dari delapan pada tahun 2007.

Berkurangnya populasi badak Jawa diakibatkan oleh perburuan untuk diambil culanya, yang sangat berharga pada pengobatan tradisional Tiongkok, dengan harga sebesar $30.000 per kilogram di pasar gelap.

Berkurangnya populasi badak ini juga disebabkan oleh kehilangan habitat, yang terutama diakibatkan oleh perang, seperti perang Vietnam di Asia Tenggara juga menyebabkan berkurangnya populasi badak Jawa dan menghalangi pemulihan. (id.wikipedia.org)

LEGENDA BADAK KENCANA

Badak Kencana adalah dewanya para badak. Ia melindungi badak-badak bercula-satu dari kepunahan. Konon, Badak Kencana muncul ketika jumlah badak-badak bercula-satu di Ujung Kulon mencapai titik nadir.

Menurut cerita warga setempat, Sang Dewa itu datang mengencani badak-badak betina dan meninggalkannya dalam keadaan mengandung, sehingga jumlah badak yang kian menipis itu bisa bertambah. Bahkan terkadang bertambah lebih banyak lagi.

Namun, Badak Kencana itu bukan badak jantan. Ia tidak mempunyai kelamin, karena ia memang bukan sem-barang badak, ia tidak beranak dan diperanakkan.

Para nelayan di Ujung Kulon kini tidak pernah lagi melihat Badak Kencana. Tetapi mereka percaya kisah nenek moyang bahwa setiap kali jumlah badak bercula satu menipis, Badak Kencana akan muncul menyelamatkan mereka dari kepunahan.

Namun bukan hanya para nelayan yang mempercayai sesuatu tanpa melihatnya. Badak bercula satu diper-kirakan tinggal 50 ekor, tetapi angka ini tidak bisa dipastikan, karena mungkin saja jumlahnya 60 ekor.

Tim Sensus yang dikirim dari Jakarta menghitung jumlah badak bukan ber-dasarkan penglihatan atas badak-badak dengan mata kepala sendiri, melainkan, antara lain, berdasarkan jejak tapak kaki yang mereka tinggalkan.

Badak Kencana maupun badak-badak biasa sama-sama tidak pernah terlihat, namun keduanya kini berada di dalam kepala penduduk Ujung Kulon, dan sulit mereka keluarkan lagi seumur hidup.

Jejak tapak itulah yang memberi petunjuk kemunculan kembali Badak Kencana dan menjadi perbincangan para nelayan. Ketika melacak jejak badak, Tim Sensus menemukan jejak tapak badak yang keemas-emasan.

Suatu jejak tapak di tanah yang membuat butir-butir tanah yang terinjak itu seperti serbuk emas.Tapak kaki Badak Kencana itu hanya satu, bukan empat, namun itu sudah cukup untuk menun-jukkan kehadirannya.

Bagi penduduk Tamanjaya, kampung nelayan dari mana perahu biasa berangkat menuju Pulau Peucang, kehadiran Badak Kencana sebagai dongeng telah melekat bagaikan kenyataan, sehingga jejak tapak badak keemas-emasan itu seperti bagian dari sebuah dunia yang telah mereka kenal.

Perbincangan tentang Badak Kencana itu sempat lama hilang, terutama ketika radio dan televisi memasuki desa. Hampir tiga puluh tahun lebih ingatan kepada Badak Kencana seperti terhapus dan menguap bersama udara. (E-1)

Pantai Paseban

MUARA MATA PENCAHARIAN WARGA

EDUKASI
‘Segoro Kidul’, selain populer dengan mitos ‘Nyai Roro Kidul’ yang melegenda, juga terkenal dengan lautan pasirnya. Sejauh mata memandang, dari ujung timur hingga ujung barat, hamparan pasir membuat pantai yang terletak di Desa Paseban, Kecamatan Kencong ini semakin eksotis.

Hilmi Setiawan

“Jangan memakai baju merah jika ingin ke Pantai Paseban. Karena warna merah berarti berani kepada Nyai Roro Kidul,” ungkap mbah Cipto (65) tentang mitos Pantai Selatan. Mbah Cipto adalah warga asli Paseban. Sejak usia dua puluhan, ia sudah bekerja sebagai penjaga parkir di selatan pintu masuk Pantai Paseban.

Bagi mbah Cipto, serta ratusan warga Paseban, pantai tidak hanya sekedar tempat rekreasi. Lebih dari itu, pantai paseban menjadi lading mencari nafkah. Rupiah demi rupiah, mereka kais dari terbit fajar hingga sang surya tenggelam.

Mulai dari tukang parkir, pedagang asongan, nelayan, pencari kijing, higga pemulung, semuanya ada. Sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Terik matahari yang menyengat, pekatnya udara pantai, seakan berlalu begitu saja bagi mereka.

Tukang parkir dengan peluit kecil di sela bibirnya. Menyapa setiap pengunjung yang datang dengan ramah. Motor seribu, mobil lima ribu, bisa langsung masuk, Murah, murah… seperti inilah mantra mujarab yang kerap mereka pakai.

Agak ke selatan sedikit, di antara rerimbunan pohon pandan laut. Ibu-ibu paro baya, memilah dan memilih kayu-kayu kecil yang berserakan. Ibu-ibu ini mencari kayu yang nantinya bakal mereka jual, sebagian lagi mereka gunakan sebagai kayu bakar. Bagi ibu-ibu ini, minyak tanah merupakan barang mewah. Perlu berpikir tiga kali untuk membelinya.

Mendekati bibir pantai, deburan ombak mewarnai kegiatan masyarakat setempat yang semakin beragam. Mereka tidak peduli dengan besarnya ombak.

Nelayan berjuang menaklukkan ombak dengan taruhan nyawa, supaya bisa sampai ke pesisir. Lalu dengan segera menjual hasil tangkapannya. “Karena ombak yang sebesar ini, ikan yang kami tangkap sedikit,” ujar salah satu nelayan.

Selain mencari ikan, warga setempat juga mencari Kijing. Hewan sejenis kerang, tetapi ukurannya kecil, kurang lebih sebesar uang logam pecahan seratus. Kijing hidup di dalam pasir yang terus terkena ombak.

Indah Sari. Bocah berusia 7 tahun ini, menghabiskan hari-harinya di pinggir pantai. Bersama ibunya, ia berangkat mencari kijing setelah sarapan pagi, sekitar pukul delapan.

Di saat anak sebayanya asyik belajar di dalam kelas. Sari, sapaan akrabnya, dengan cepat dan tepat mengeruk pasir untuk berburu kijing.

Entah karena banyaknya kijing, atau naluri Sari yang besar. Setiap kali ia mengeruk pasir, selalu saja ada kijing yang tertangkap tangan mungilnya. Sari benar-benar hebat.

Matahari tepat di atas ubun-ubun. Sari dan ibunya menyudahi perburuan yang mereka mulai sejak pagi. Lelah terasa terbayar lunas, ketika melihat kijing memenuhi timba ukuran sedang yang mereka bawa dari rumah.

Sesampainya di rumah, kijing pun siap diolah. “Sama ibu, kijing biasanya ditumis,” ketus Sari. Memang, warga Paseban biasa mengolah kijing menjadi tumisan yang menggugah selera.

Meskipun belum bersekolah, Sari sudah menyipakan cita-cita yng tinggi. “Saya ingin jadi dokter,” jawab Sari tegas, ketika ditanya ingin jadi apa jika sudah besar nanti.

“Jika sudah jadi dokter, ibu tidak usah repot-repot lagi pergi ke Puskesmas,” tambahnya.

Hari Perempuan Nasional

JEMBER - GPP (Gerakan Peduli Perempuan) bekerja sama dengan KPI (Koalisi Perempuan Indonesia) Cabang Jember, memperingati hari perempuan dunia yang jatuh pada tanggal 8 Maret 2008 dengan menggelar aksi demonstrasi di sekitar Pasar Tanjung.

Dalam aksi ini, mereka mengangkat isu kasus-kasus pembunuhan terhadap perempuan. Kejadian ini sangat memprihatinkan, perempuan di Jember dihantui kecemasan menjadi korban kekerasan.

Dalam selebaran yang mereka bagikan, kekerasan terhadap perempuan adalah kejahatan yang melanggar HAM (Hak Asasi Manusia). Kekerasan terhadap perempuan terjadi dimanapun, baik di dalam rumah tangga, ataupun di tempat publik.

Selain itu, korban kekerasan ini juga bisa siapa saja. Anak-anak kita, tetangga samping rumah, bahkan diri sendiri.
Kepada masyarakat, GPP dan KPI menyerukan supaya mereka dapat mencegah dan melaporkan kekerasan terhadap perempuan. (E-1)

PACEKLIK PANJANG MENGANCAM NELAYAN PUGER

PUGER - Ribuan nelayan di Kecamatan Puger, saat ini menjalani masa-masa suram. Musim paceklik yang biasanya hanya dua bulan, September dan November. Sekarang, musim yang paling meresahkan nelayan ini, diprediksi berakhir pada awal Mei nanti.

Para nelayan mengeluh karena mereka tidak bisa bekerja lagi. Perekonomian nelayan Puger limbung, di saat harga-harga kebutuhan sehari-hari terus merangkak naik.

Jika terpaksa melaut, hanya beberapa perahu kecil saja yang berani mencari ikan. Itu pun hasilnya minim. Sedangkan perahu-perahu ukuran sedang dan besar, lebih memilih bersandar.
Setelah mengajukan surat permohonan pekerjaan ke pemerintah. Beberapa nelayan Puger ada yang bekerja membersihkan saluran air, dengan upah Rp 20.000 setiap hari. (E-1)

PUTRET BURAM TENAGA KERJA INDONESIA

EDUKASI – Kematian Leni Novita Vendy Jangky (22), tenaga kerja asal Sariono, Kecamatan Jombang, Jember, menambah panjang daftar hitam penempatan dan perlindungan tenaga kerja kita di luar negeri.

International Labour Organization (ILO) mencatat, setiap tahun lebih dari 400.000 orang Indonesia melakukan migrasi mencari kerja. Motivasi mereka adalah keinginan untuk memperoleh gaji yang lebih besar dan kesempatan yang lebih baik.

Secara keseluruhan, migrasi merupakan sebuah pengalaman yang produktif bagi sebagian besar orang Indonesia, tetapi bagi beberapa yang lain, tidak.

Meskipun terdapat standar-standar internasional untuk melindungi mereka, hak-hak asasi mereka sebagai pekerja kerap diremehkan. Kurangnya perlindungan mengakibatkan mereka menjadi bulan-bulanan mulai prakeberangkatan sampai pulang kembali ke tanah air.

Hak asasi manusia (HAM) mengacu pada hak-hak yang melekat pada seseorang karena ia adalah manusia. HAM tidak memandang ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, latar belakang sosial dan lain sebagainya.

Sebagai manusia yang bekerja untuk mencari uang, para tenaga kerja Indonesia juga mempunyai hak-hak asasi pekerja migran. Hak-hak tersebut disediakan oleh negara-negara pengekspor dan pengimpor tenaga kerja.

Oleh karena itu, pemerintahan di kedua belah pihak bertanggung jawab memberikan, dan melindungi hak-hak para pekerja migran.

Dalam Deklrarasi Philadelphia, 1994, yang dikeluarkan ILO, berlaku beberapa prinsip ketenagakerjaan. Pertama, pekerja bukan komoditas. Kedua, kebebasan berekspresi dan berserikat merupakan hal yang penting bagi kemajuan yang berkelanjutan. Ketiga, kemiskinan di mana-mana merupakan bahaya untuk kemak-muran.

Keempat, semua manusia, tanpa memandang ras, kepercayaan, atau jenis kelamin, memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan materua dan pembangunan spiritual mereka, dalam kondisi kebebasan dan bermartabat, kemanan ekonomi dan kesempatan yang setara.

Bagi masyarakat yang tinggal di daerah lumbung TKI, seperti Ambulu, Tempurejo dan Kencong, sulit mendapatkan informasi tentang hak-hak tenaga kerja migran.

Kondisi ini diperparah dengan menjamurnya calo-calo pencari pekerja yang ingin mengadu nasib di negeri orang. Gaji tinggi, pemberangkatan yang cepat dan pekerjaan yang tidak berat. Adalah tiga jurus andalah para calo yang beroperasi di desa-desa.

Padahal, belum ada jaminan jika calo-calo tadi dapat memberangkat dengan mekanisme yang legal. Jika yang terjadi sebaliknya, akibatnya cukup fatal.

TKI yang sudah berada di luar negeri, nyawanya sudah tidak ada harga. Dari laporan Gerakan BMI (Buruh Migran Indonesia) Jember, di Malaysia nyawa para TKI sudah tidak ada harganya.

Kondisi diperparah dengan sikap pemerintah yang terkesan tutup mata dan telinga. Atas nama perbaikan iklim investasi daerah, pemerintah kita risih dengan peraturan-peraturan yang bisa membuat investor kabur.

Akibatnya, sekarang tempat-tempat Penyalur Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) berkembang seperti jamur di musim hujan. Parahnya lagi, dari sekian banyak PJTKI yang ada, tidak semuanya resmi. Data terakhir mennyebutkan, hanya ada dua PJTKI legal yang ada di Jember. (E-1)

Jelajah